Judul : Buku Pintar Berdebat dengan Wahabi
Penulis : Muhamad Idrus Ramli ( LBM NU Jember)
Penerbit : Bina Aswaja Surabaya
Halaman : 175
Cetakan II : Januari 2011
Peresensi : Ali Asyhar , M.MPd
Suatu ketika Sayyid Alwi bin Abbas Al-Maliki ( Tokoh Sunni) sedang
berhalaqah dengan para muridnya di serambi masjidil Haram. Di bagian
lain Ibnu Sa’di ( Tokoh Wahabi) juga sedang duduk-duduk dengan para
muridnya. Tiba-tiba air hujan mengguyur dengan deras sehingga saluran
air di atas Ka’bah mengalirkan air dengan derasnya. Seperti biasa kaum
muslimin segera berhamburan membasahi tubuhnya dengan air tersebut
bahkan meminumnya untuk mencari berkah.
Melihat hal tersebut Polisi kerajaan Saudi Arabia terkejut dan mengira
bahwa kaum muslimin telah berbuat kemusyrikan. Para Polisi itupun
menghardik “ Haram, haram…musyrik...musyrik…! Kum muslimin bubar dan
menuju halaqah Sayid Alwi menanyakan perihal ngalap berkah tersebut.
Sayid Alwi membolehkan dan bahkan menganjurkan agar mereka terus
melakukannya. Mereka kembali ke Ka’bah dan membasahi tubuhnya dengan
air. Bentakan Polisi kerajaan sudah tak dihiraukan lagi. Melihat hal
tersebut segera Polisi kerajaan menuju tempatnya Ibnu Sa’di. Mendengar
pengaduan Polisi tersebur bergegaslah Ibnu Sa’di menuju halaqahnya
Sayid Alwi. Ia bertanya “ Wahai Sayid, benarkah anda membolehkan
mereka mengharap berkah dari air yang mengalir dari Ka’bah?” Sayid
Alwi menjawab “ Benar. Mereka mendapat dua keberkahan. Pertama berkah
dari langit dan kedua berkah dari Baitillah. Karena Allah telah
berfirman dalam QS. 50 : 9 “ Dan kami turunkan dari langit air yang
mengandung berkah”. Allah juga berfirman dalam QS. 3 : 96
“Sesungguhnya rumah yang pertama kali diletakkan bagi umat manusia
adalah rumah yang ada di Bekkah ( Makkah) yang diberkahi (oleh
Allah)”. Mendengar jawaban tersebut Ibnu Sa’di kagum dan berujar “
Subhanallah, bagaimana kami bisa lalai dari kedua ayat ini ?” akhirnya
Ibnu Sa’di segera menuju Ka’bah dan membasahi tubuhnya dengan air.
Melihat tindakan tokoh Wahabi ini Polisi kerajaan pergi dengan
perasaan malu. Kisah ini disampaikan oleh Syaikh Abdul Fatah Rawah
dalam kitab Tsabat. Beliau adalah saksi mata kejadian tersebut.
Di atas adalah secuil kisah yang dituturkan oleh Muhamad Idrus Ramli
dalam “ Buku Pintar berdebat dengan Wahabi”. Kyai muda Jember ini
tergolong penulis produktif. Ia menempatkan dirinya menjadi salah satu
benteng muda dalam membela faham Ahlussunah Wal-Jama’ah. Buku ini
merupakan kumpulan pengalaman penulis dan teman-temannya ketika
berdebat dengan orang-orang Wahabi (Salafi) yang dengan gampang dan
gegabah mengkafirkan sesama muslim.
Secara terperinci Kyai yang alumni Sidogiri ini menguraikan sebelas
bab yakni Mencari berkah, Allah maha suci, Bid’ah Hasanah, Otoritas
Ulama’, Bukan Ahlussunah, Menurut As-Syathibi, Istighatsah dan
tawassul, Cerdas bermadzhab, Tradisi Yasinan dan Permasalahan tradisi.
Secara keseluruhan Wahabi dibungkam dengan dalil-dalail naqli dan
aqli.
Dalam sebuah diskusi tentang Aswaja di PWNU Jawa Timur, Idrus
menyatakan bahwa Wahabi sama dengan Khawarij karena mereka
mengkafirkan dan menghalalkan darah golongan selain mereka. Mereka
disebut khawarij bukan semata – mata karena melawan kaum muslimin
tetapi karena Takfir dan Istihlal dima’ al-Mukhalafin tersebut.
Berbeda dengan ‘Aisyah dan Mu’awiyah, meski keduanya juga memerangi
Ali bin Abi Thalib tetapi tidak takfir dan istihlal sehingga keduanya
bukan khawarij. Dalam kitab Kasyf as-Syubuhat Muhamad bin Abdul Wahab
(Pendiri Wahabi) secara terang benderang me-musyrikkan orang-orang di
luar golongannya. Ia menyebut bahwa ulama madzhab empat adalah Syetan
karena menyusun ilmu fiqh yang ia katakan syirik. Bahkan pengikut
Wahabi yakni Muhamad bin Ahmad Basyamil dengan congkak menyebut bahwa
umat islam saat ini lebih musyrik dari pada Abu Jahal dan Abu Lahab
(Kaifa Nafhamu al-Tauhid hal.16).
Wahabi selalu mengintai. Ia menyusup ke semua lapisan untuk merusak
aqidah dan amaliah kaum muslimin. Belakangan mereka rajin
meng-infiltrasi mahasiswa dari kampus-kampus umum untuk dicekoki faham
meraka. Dengan jargon standart “ kembali kepada al-Quran dan Hadits”
hakikatnya mereka menjauh dari ajaran al-Quran dan Hadits. Ciri-ciri
meraka diantaranya adalah : Membid’ahkan amaliah muslimin bahkan
memusyrikkannya dan menghujat para kyai ( ulama).
Ali Asyhar , M.MPd ( Ketua Lakpesdam NU Bawean )
Penulis : Muhamad Idrus Ramli ( LBM NU Jember)
Penerbit : Bina Aswaja Surabaya
Halaman : 175
Cetakan II : Januari 2011
Peresensi : Ali Asyhar , M.MPd
Suatu ketika Sayyid Alwi bin Abbas Al-Maliki ( Tokoh Sunni) sedang
berhalaqah dengan para muridnya di serambi masjidil Haram. Di bagian
lain Ibnu Sa’di ( Tokoh Wahabi) juga sedang duduk-duduk dengan para
muridnya. Tiba-tiba air hujan mengguyur dengan deras sehingga saluran
air di atas Ka’bah mengalirkan air dengan derasnya. Seperti biasa kaum
muslimin segera berhamburan membasahi tubuhnya dengan air tersebut
bahkan meminumnya untuk mencari berkah.
Melihat hal tersebut Polisi kerajaan Saudi Arabia terkejut dan mengira
bahwa kaum muslimin telah berbuat kemusyrikan. Para Polisi itupun
menghardik “ Haram, haram…musyrik...musyrik…! Kum muslimin bubar dan
menuju halaqah Sayid Alwi menanyakan perihal ngalap berkah tersebut.
Sayid Alwi membolehkan dan bahkan menganjurkan agar mereka terus
melakukannya. Mereka kembali ke Ka’bah dan membasahi tubuhnya dengan
air. Bentakan Polisi kerajaan sudah tak dihiraukan lagi. Melihat hal
tersebut segera Polisi kerajaan menuju tempatnya Ibnu Sa’di. Mendengar
pengaduan Polisi tersebur bergegaslah Ibnu Sa’di menuju halaqahnya
Sayid Alwi. Ia bertanya “ Wahai Sayid, benarkah anda membolehkan
mereka mengharap berkah dari air yang mengalir dari Ka’bah?” Sayid
Alwi menjawab “ Benar. Mereka mendapat dua keberkahan. Pertama berkah
dari langit dan kedua berkah dari Baitillah. Karena Allah telah
berfirman dalam QS. 50 : 9 “ Dan kami turunkan dari langit air yang
mengandung berkah”. Allah juga berfirman dalam QS. 3 : 96
“Sesungguhnya rumah yang pertama kali diletakkan bagi umat manusia
adalah rumah yang ada di Bekkah ( Makkah) yang diberkahi (oleh
Allah)”. Mendengar jawaban tersebut Ibnu Sa’di kagum dan berujar “
Subhanallah, bagaimana kami bisa lalai dari kedua ayat ini ?” akhirnya
Ibnu Sa’di segera menuju Ka’bah dan membasahi tubuhnya dengan air.
Melihat tindakan tokoh Wahabi ini Polisi kerajaan pergi dengan
perasaan malu. Kisah ini disampaikan oleh Syaikh Abdul Fatah Rawah
dalam kitab Tsabat. Beliau adalah saksi mata kejadian tersebut.
Di atas adalah secuil kisah yang dituturkan oleh Muhamad Idrus Ramli
dalam “ Buku Pintar berdebat dengan Wahabi”. Kyai muda Jember ini
tergolong penulis produktif. Ia menempatkan dirinya menjadi salah satu
benteng muda dalam membela faham Ahlussunah Wal-Jama’ah. Buku ini
merupakan kumpulan pengalaman penulis dan teman-temannya ketika
berdebat dengan orang-orang Wahabi (Salafi) yang dengan gampang dan
gegabah mengkafirkan sesama muslim.
Secara terperinci Kyai yang alumni Sidogiri ini menguraikan sebelas
bab yakni Mencari berkah, Allah maha suci, Bid’ah Hasanah, Otoritas
Ulama’, Bukan Ahlussunah, Menurut As-Syathibi, Istighatsah dan
tawassul, Cerdas bermadzhab, Tradisi Yasinan dan Permasalahan tradisi.
Secara keseluruhan Wahabi dibungkam dengan dalil-dalail naqli dan
aqli.
Dalam sebuah diskusi tentang Aswaja di PWNU Jawa Timur, Idrus
menyatakan bahwa Wahabi sama dengan Khawarij karena mereka
mengkafirkan dan menghalalkan darah golongan selain mereka. Mereka
disebut khawarij bukan semata – mata karena melawan kaum muslimin
tetapi karena Takfir dan Istihlal dima’ al-Mukhalafin tersebut.
Berbeda dengan ‘Aisyah dan Mu’awiyah, meski keduanya juga memerangi
Ali bin Abi Thalib tetapi tidak takfir dan istihlal sehingga keduanya
bukan khawarij. Dalam kitab Kasyf as-Syubuhat Muhamad bin Abdul Wahab
(Pendiri Wahabi) secara terang benderang me-musyrikkan orang-orang di
luar golongannya. Ia menyebut bahwa ulama madzhab empat adalah Syetan
karena menyusun ilmu fiqh yang ia katakan syirik. Bahkan pengikut
Wahabi yakni Muhamad bin Ahmad Basyamil dengan congkak menyebut bahwa
umat islam saat ini lebih musyrik dari pada Abu Jahal dan Abu Lahab
(Kaifa Nafhamu al-Tauhid hal.16).
Wahabi selalu mengintai. Ia menyusup ke semua lapisan untuk merusak
aqidah dan amaliah kaum muslimin. Belakangan mereka rajin
meng-infiltrasi mahasiswa dari kampus-kampus umum untuk dicekoki faham
meraka. Dengan jargon standart “ kembali kepada al-Quran dan Hadits”
hakikatnya mereka menjauh dari ajaran al-Quran dan Hadits. Ciri-ciri
meraka diantaranya adalah : Membid’ahkan amaliah muslimin bahkan
memusyrikkannya dan menghujat para kyai ( ulama).
Ali Asyhar , M.MPd ( Ketua Lakpesdam NU Bawean )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar