Sabtu, 03 Maret 2012

Apa yang Membuat Takut Gus Dur?

Jakarta, NU Online
Dikenal sebagai figur yang sangat berani dan pantang mundur, ternyata Gus Dur tetaplah manusia biasa. Ada beberapa peristiwa yang dihindarinya.

Muktamar ke-29 NU di Cipasung merupakan perjuangan berat Gus Dur untuk melawan rekayasa pemerintah Orde Baru, yang berusaha “menjinakkan” NU dengan mencari pemimpin yang dinilainya bisa bekerjasama. Sayangnya, usaha tersebut gagal dan Gus Dur tetap menjadi ketua umum NU.

Meskipun menang di arena muktamar, perjuangan tampaknya belum selesai. Perlawanan terus dikonsolidasikan, terutama dari daerah-daerah di luar Jawa. Terdapat tiga PWNU yang menjadi oposisi utama, yaitu NTB, Kalimantan Selatan dan Aceh yang tidak mengakui kepemimpinan Gus Dur.

Untuk menyatukan garis komando dengan PBNU, sejumlah langkah dilakukan, diantaranya melalui pemilihan pemimpin baru yang sejalan dengan visi dan misi PBNU. Maka disepakatilah diadakan konferensi wilayah.

H Ahmad Bagdja, mantan sekjennya Gus Dur menuturkan, daerah-daerah tersebut setuju dengan adanya konferensi wilayah, dan meminta Gus Dur datang dalam acara pembukaan atau memberikan pengarahan.

Hari dan tanggal telah ditetapkan, dan berangkatlah Bagdja dan Gus Dur menuju Lombok via Surabaya, tetapi ketika transit di Surabaya, Gus Dur turun dan meminta Bagdja melanjutkan perjalanan ke Lombok dan berjanji akan menyusul untuk memberikan pengarahan.

Pembukaan konferensi berlangsung dengan lancar tanpa kehadiran Gus Dur. Karena belum dating, Bagdja menelepon ke tempat H Masnuh, sahabat Gus Dur di Surabaya tempat cucu Kiai Hasyim Asy’ari menginap.

“Ke mana saja, ditungguin ngak datang-datang, NU kan bukan hanya Jawa Timur” kata Bagdja.

“Kan sudah ada ente, ngapain harus saya,” kata Gus Dur.

“Oh, ternyata sang pemberani takut juga ya,” ujar Bagdja.

Di Kalimantan Selatan, penolakan terhadap Gus Dur lebih gawat karena bukan hanya wilayah, tetapi seluruh PCNU. Daerah ini merupakan tempat kelahiran KH Idham Chalid, ketua umum PBNU yang digantikan oleh Gus Dur tahun 1984 melalui muktamar di Situbondo.

Untuk membujuk agar Gus Dur mau datang, salah satu teman sekolahnya dicalonkan sebagai ketua wilayah, dan tak mau maju jika ia tidak datang.

“Saya berangkat duluan untuk mempersiapkan acara dan betul-betul takut kalau Gus Dur tidak datang karena mereka pendukungnya Kiai Idham Chalid,” kata Bagdja.

Saat yang ditunggu-tunggu pun tiba, Gus Dur memenuhi janjinya untuk datang, pas setengah jam sebelum pembukaan. Sehabis pembukaan, ia langsung pergi ke bandara, tidak mampir kemana-mana sebagaimana biasanya.




Penulis: Mukafi Niam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
back to top